Jumat, 01 Juli 2011

my dad...

Apa yang tengah aku rasakan kini?? Aku seorang mahasiswi sebuah universitas swasta di Jakarta. Tepatnya di daerah Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Tapi, aku sendiri bukanlah asli warga Jakarta, tidak lahir dan besar di Jakarta. Semua kenangan terindahku berada di kampung tercintaku yang sudah satu setengah tahun ini terus mengalami banjir.
Yaa.. bisa dibilang banjir besar yang membutuhkan banyak tangan untuk membereskan dan membersihkan sisa lumpur bekas terjangan air bah kotor dan menjijikkan. Hmm..Tapi saat ini bukan banjir di kampugn tercintaku yang akan aku tuangkan dan aku uraikan menjadi sebaris kalimat.

Usiaku kini menginjak 22 tahun. Apakah sudah dibilang dewasa? Siap untuk menempuh hidup baru bersama orang terkasih dan tercinta? Apakah siap untuk mengarungi bahtera kehidupan yang sangat menakutkan dan banyak rintangan? Aku rasa tidak! Belum!

Aku memiliki banyak mimpi dan keinginan yang sepenuhnya belum aku capai. Aku menginginkan banyak hal di dunia ini. Sangat banyak.

Ayahku meninggal di saat usiaku 15 tahun. Waktu itu aku masih duduk di bangku SMP. Dan adikku masih berumur 8 tahun, kelas 4 SD. Mungkin menurut sebagian orang sudah hal biasa, mengingat masih banyak di luar sana yang sudah menyandang yatim dan piatu,, dan harus hidup dalam dinding panti asuhan. Serba di asuh oleh pengurus panti, memiliki teman yang senasib dan menunggu uluran tangan dermawan untuk bisa dimiliki menjadi anak asuh. Yaa, kehidupan memang banyak yang seperti itu. Tapi, tidak sepenuhnya demikian yang aku, adik, dan ibuku rasakan.

Aku dan adikku lebih dekat dengan ayah dibandingkan dengan ibuku. Kami sudah terbiasa mengikuti kegiatan, tabiat, dan pola pikir sama seperti ayahku. Banyak hal yang bisa aku eksplor ketika bersama ayahku. Pola pikir, watak, dan ideolohisku sama dengan ayahku. Sama persis. Aku sangat kehilangan panutan dan arahan ketika ayahku pergi untuk meninggalkanku selamanya. Har2 yang biasa aku lewati dengan senang hati dan penuh kebanggan, seketika menjadi sudah tidak penting lagi. Dan itu berlanjut saat aku memasuki dunia SMA. Adikku, dia kekurangan kasih sayang dari seorang ayah yang selalu dijadikan contoh dan panutan. Segala sesuatu yang selalu dikerjakan bersama ayahku sudah tidak lagi ada. Dan sejak aku masuk SMA, aku sudah tidak lagi dapat mengetahui bagaimana perkembangan pikiran adikku dalam menghadapi hidup tanpa seorang ayah. Karena saat itu aku harus hidup jauh dari ibu dan adikku untuk melanjutkan SMA.

Dan saat sekarang ini, sudah hampir 7 tahun ayahku tidak menemani hari2ku, aku semakin tahu apa artinya hidup mandiri. Apa2 harus sendiri, begitu juga ibuku. Mencari uang sendiri untuk menghidupiku dan adikku, membiayai sekolahku dan adikku. Aku melihat beban yang dipikul ibuku sangat berat. Sampai rambutnya sudah banyak yang memutih..padahal usianya saja baru memasuki 40 tahun ini.

Terkadang aku bertemu dengan ayahku dalam mimpi, dan itu sedikit membuatku tersenyum lebar. Aku merindukannya...

Aku mengisi hari2ku dengan kekosongan. Tak ramai seperti dulu lagi. Aku tidak memiliki banyak teman main, teman organisasi, dan teman2 lainnya. Hanya saja kehidupanku di kampus tidak terlalu monoton seperti ketika SMA. Aku sering kali tertawa terbahak-bahak dan mendapat banyak pandangan tentang banyak hal melalui apa yang aku alami dan aku lihat. Tapi, kekosongan itu masih sering membuntutiku.. aku rindu kehidupanku yang dulu...

0 komentar:

Posting Komentar